Menitzone, Jakarta ][ Jaringan Aliansi Nasional Anti Korupsi (ANAK) Republik Indonesia (RI) menyeret nama Presiden Direktur (Presedir ) PT. Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT), Rakhmad Makasau, di Batu Hijau, Nusa Tenggara Barat, dalam laporan Korupsi di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Aliansi ini menilai, Rakhmad Makasau paling bertanggung jawab atas transaksi perusahaan yang menimbulkan mark up harga Calo pembebasan lahan Smelter, penyebab gratifikasi terhadap politisi dari oknum Bupati hingga Gubernur. Korupsi Pajak Bea atas perolehan hak atas tanah dan/atau Bangunan (BPHTB).
Terlibat skandal pencucian uang dana Corporate Sosial Responsibility (CSR) senilai ratusan Milyar rupiah, yang di cuci untuk memperkaya politisi dan oknum pejabat negara.
“Kita pastikan laporan yang masuk ke KPK menyeret nama Presedir AMNT itu. Selain ada Bupati Sumbawa Barat dan Gubernur NTB,” kata, Koordinator Nasional (Kornas) ANAK RI, Muhammad Sahril Amin, Keboyoran, Jakarta, Selasa (22/1).
Ia menegaskan salah satu keterlibatan Rakhmad yakni, dugaan transfer ilegal biaya pajak pembebasan lahan senilai Rp 27 Milyar yang tidak masuk ke rekening pajak negara.
Ada juga soal ketidak jelasan pembayaran ganti rugi aset pemerintah, seperti jembatan, jalan, bendungan dan sekolah yang terkena dampak pembebasan guna pembangunan Smelter.
Dasar perhitungan ganti rugi tidak jelas dan aprisal perusahaan tidak pernah mengumumkan berapa perhitungan nilai pembebasan lahan atau ganti rugi aset negara tersebut. Nilainya puluhan Milyar rupiah.
Selain ke KPK, Sahril Amin juga mendesak pemegang saham AMNT mencopot Rakhmad dari jabatan Presedir karena diduga terlibat dalam banyak skandal diatas.
Rakhmad juga bilang dari ketidak transparan penyaluran CSR yang berdampak buruk bagi ekonomi dan pembangunan di Sumbawa Barat dan lingkar tambang.
“Banyak sekali kecurangan atau skandal keuangan yang menimbulkan korupsi, gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang atau Money Loundring.
Kita juga minta KPK agar Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) segera mengaudit transaksi CSR AMNT yang masuk ke oknum pejabat maupun yayasan serta perusahaan milik keluarga pejabat di NTB,” tegas Sahril.
Mantan tim pembebasan lahan AMNT, Deden Zaidul Bahri mengatakan, secara teori, dasar pembayaran ganti rugi adalah hasil Apraisal.
Perusahaan punya MOU dengan lembaga Apraisal. Tetapi berapa nilai dari Apraisal, itu yg tidak dipublikasikan oleh AMNT ataupun Pemda.
“Kan anehnya, justru Pemda yang munculkan nilai sendiri tanpa pengumuman dari AMNT selaku pihak yang membutuhkan atau membebaskan lahan,” jelasnya.
Deden menegaskan kembali, aktifitas percaloan dalam pembebasan lahan Smelter itu sangat jelas. Bahkan Presedir sendiri kata Deden, malah tidak tahu ternyata bertransaksi dengan nama nama yang diduga calo, bukan pemilik lahan. Dan itu dibuatkan akta jual beli.
H. Ilham, salah satu pemilik lahan Smelter mengaku, bahwa pejabat Pemda setempat mengakui ada transfer setoran pajak BPHTB dari AMNT senilai Rp 27 Milyar. Namun realisasi ke kas pajak negara sangat kecil.
“Karena ada nilai jual yang dikenakan pajak BPHTB yang tidak sesuai dengan nilai transaksi pembayaran dari AMNT. Sementara AMNT telah membayar penuh. Ini dugaan kebocoran pajaknya besar sekali,” kata H.Ilham.
H.Ilham sendiri telah melaporkan transaksi akta palsu atau pemberian keterangan palsu dalam akta autentik, terhadap transaksi AMNT dengan nama fiktif yang diduga calo yang dikondisikan mafia tanah. Laporan tersebut itu telah dilayangkan ke Polda NTB. Dan kini tengah dalam proses penyelidikan.
Sementara itu, Presedir AMNT Rakhmad Makasau yang berusaha dikonfirmasi media, tidak menjawab. Sejumlah pertanyaan dilayangkan wartawan terkait keterlibatan dirinya dalam sejumlah skandal korupsi CSR dan gratifikasi serta percaloan lahan Smelter, tetap membuat Rakhmad bungkam.
Aliansi Nasional Anti Korupsi (ANAK) Republik Indonesia yang berkedudukan di Kemayoran Jakarta, serta Bagian Barat di Aceh dan Kalimantan. Sementara Bagian Timur ada di Sulawesi Selatan dan Bagian Tengah ada di Cirebon Jabar dan Jabodetabek. (An-02)